Blogroll

Wednesday 15 October 2014

Makalah Pengembangan Kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan/ ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat.
  Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Di sana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup. Perwujudan konsep, prinsip, dan aspek-aspek kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada guru. Oleh karena itu, gurulah pemegang kunci pelaksana, penilai, dan pengembang kurikulum sesungguhnya. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat.?




1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas maka adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
a.       Bagaimanakah prinsip-prinsip pengembangan kurikulum?
b.      Siapakah pihak yang terlibat dalam pengembangan kurikulum?
c.       Factor apakah yang mempengaruhi pengembangan kurikulum?
d.      Apakah hambatan pengembangan kurikulum?
e.       Bagaimanakah model-model pengembangan kurikulum?

1.3 TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan masalah diatas maka adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
a.       Untuk menjelaskan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
b.      Untuk menjelaskan pihak yang terlibat dalam pengembangan kurikulum
c.       Untuk menjelaskan faktor  yang mempengaruhi pengembangan kurikulum
d.      Untuk menjelaskan hambatan pengembangan kurikulum
e.       Untuk menjelaskan model-model pengembangan kurikulum



BAB II
PEMBAHASAN
A.                   Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan/ ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat.
  Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Di sana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup. Perwujudan konsep, prinsip, dan aspek-aspek kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada guru. Oleh karena itu, gurulah pemegang kunci pelaksana, penilai, dan pengembang kurikulum sesungguhnya. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat.http://ngeklik.com/?id=akhyar25

1.         Prinsip-Prinsip Umum
Ada bebrapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Pertama, prinsip relevansi. Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevan ke luar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Apa yang tertuang dalam kurikulum hendaknya mempersiapkan siswa untuk tugas tersebut. Kurikulum bukan hanya menyiapkan anak untuk kehidupannya sekarang tetapi juga yang akan datang. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada  kesesuaian atau konsisten antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan  penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.
  Prinsip kedua adalah fleksibilitas, kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini dan ditempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak.
  Prinsip ketiga adalah kontinuitas yaitu kesinambungan. Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi dan kerja sama antara para pengembang kurikulum sekolah dasar dengan SMTP, SMTA, dan Perguruan Tinggi.
  Prinsip keempat adalah praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi. Betapapun bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan mahal pula biayanya, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga praktis.
  Prinsip kelima adalah efektivitas. Walaupun kurikulum tersebut harus murah, sederhana, dan murah tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini baik secara kuantitas maupun kualitas. Pengembangan suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Perencanaan di bidang pendidikan juga merupkan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Perencanaan di bidang pendidikan juga merupakan bagian yang dijabarkan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan. Keberhasilan kurikulum akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan.
  Kurikulum pada dasarnya berintikan empat aspek utama yaitu: tujuan-tujuan pendidikan, isi pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian. Interelasi antara keempat aspek-aspek tersebut dengan kebijaksanaan pendidikan perlu selalu mendapat perhatian dalam pengembangan kurikulum.
2. Prinsip-prinsip khusus
Ada beberapa prinsip-prinsip khusus dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi pengalaman belajar dan penilaian.
Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencangkup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tujuan khusus). Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada :
1.      Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen lembaga Negara mengenai tujuan, dan strategi pembangunan termasuk didalamnya pendidikan
2.      Survey mengenai persepsi orang tua/masyarakat tentang kebutuhan mereka yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka:
3.      Survey tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, dihimpun melalui angket, wawancara, observasi dari berbagai media massa
4.      Survey tentang manpower
5.      Pengalaman-pengalaman Negara lain dalam masalah yang sama
6.      Penelitian
Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Memilih isi pendidikan yang sesuai  dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal,
1.      Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran kedalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil belajar di rumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar.
2.      Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap dan keterampilan.
3.      Unti-unit kurikulum harus disusun dalam urutan logis dan sistematis. Ketiga ranah belajar, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan diberikan secara simultan dalam urutan situasi belajar. Untuk hal tersebut diperlukan buku pedoman guru yang memberikan penjelasan tentang organisasi bahan dan alat pengajaran secara lebih mendetail.
Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Apakah metode/teknik belajar-mengajar yang cock digunakan cocok untuk mengajarkan pelajaran?
2.      Apakah metode dan teknik tersebut memberikan kegiatan yangt bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa?
3.      Apakah metode atau teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
4.      Apakah metode atau teknik tersebu dapat menciptakan kegiatan untuk mencapai tujuan kognitif, efektif dan psikomotor?
5.      Apakah metode dan teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa atau mengaktifkan guru atau keduanya?
6.      Apakah metode dan teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?
7.      Apakah metode dan teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan dirumah, juga mendorong penggunaan sumber yang ada dirumah dan dimasyarakat?
8.      Untuk belajar keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan “learning doing” disamping “learning by seeing and Knowing”
Prinsip berkenaan dengan pemilihan media alat pengajaran
Proses belajar mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat bantu pengajaran yang tepat.
1.      Alat/media pengajaran yang diperlukan . apakah semuanya sudah tersedia? Bila alat tesebut tidak ada apa penggantinya?
2.      Kalau ada alat yang dibuat , hendaknya memperhatikan bagaiman pembuatannya, siapa yang membuat, pembiayaan dan waktu pembuatan?
Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran:
1.      Dalam penyusunan alat penialaian (test) hendaknya diikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Rumuskan tujuan pendidikan yang umu, dalam ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorif. Uraikan kedalam bentuk tingkah laku murid. Hubungkan dengan bahan pelajaran. Tuliskan butir-butir test.
2.      Dalam merencanakan waktu penilaian, hendaknya diperhatikan beberapa hal:
Bagaimana kelas usia dan tingkat kemampuan kelompok yang akan di test.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan test?
Berapa banyak butir test yang perlu disusun?
3.      Dalam pengelolaan hasil penelitian hendaknya memperhatikan hal berikut
Norma apa yang digunakan dalam pengelolaaan test tersebut?
Apakah dipergunakan formula quesing?
Bagaiman pengelolaan skor kedalam skor masak?
Skor standar apa yang digunakan?
Untuk apakah hasil test-test yang digunakan?
B.     Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi, yaitu administrator, ahli pendidikan, ahli kurikulum, dsb. Namun, dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut tearlibat dalam pengembangan kurikulum adalah administrator,  guru dan orang tua.
1.      Peranan administrator pendidikan
Para administrator pendidikan ini terdiri atas direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan kurikulum  kepala kantor wilayah.peranan Administrator di tingkat pusat dalam pengembangan kurikulum adalah menyusun dasar-dasar hokum, menyusun kerangka dan serta program inti kurikulum. Kerangka dasar dan program int tersebut akan menentukan minimum corse yang dituntut.
Administrator local harus bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru dalam pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Menkomonikasikan sistem pendidikan kepada masyarakat, serta mendorong pelaksanaan kurikuum oleg guru-guru di kelas. Peranan kepla sekolah lebih bnyak berkenanaan dengan implementasi kurikulum di sekolahnya. Kepala sekolah juga mempunyai peranan kunci dalam menciptakan kondisi dalam pengembangan kurikulum di sekolahnya. Ia merupakan figusr kunci di sekolah, kepemimpinan kepala sekolah sangat mempengaruhi susasana sekolah dan pengembangan kurikulum.
2. Peranan para ahli
Pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas perunahan tuntutan kehidupan dalam masyarakat, tetapi juga perlu dilandasi oleh perkembangan konsep-konsep dalam ilmu. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum membutuhkan bantuan pemikiran para ahl, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum, maupun ahli bidang studi/disiplin ilmu.
            Mengacu pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah, baik kebijkasanaan pengembangan secara umum maupun pembangunna pendidikan, perkembangan tuntutan masyarakat, dan masukan masukan dari pelaksanaan pendidikan dan kurikulum yang sedang berjalan, para ahli pendidikan dan kurikulum memberikan alternative konsep pendidikan model kurikulum tang dipandang paling sesuai dengan keadaaan dan tuntutan di atas, pengembangaan kurikulum bukan hanya sekedar memilih dan menyususan bahan pelejaran dan dan metode mengajar, tapi menyangkut penentuan arah dan orientasi pendidikan, pemilihan system dan model kurikulum, baik model konsep, model desain, model pembelajaran, model media, model pengelolaan, maupun model model evaluasinya, serta berbagai perangkat dan pedoman pembelajaran serta pedoman implementasi daro model-model tersebut.
            Partisipasi para ahli pendidikan dan ahli kurikulum terutama sangat dibutuhkan dalam pengembanagn kurikulum pada tingakat pusat. Dalam pengembangna kurikulum pada tingakat pusat. Apabila pengembangan kurikulum sudah banyak dilakukan pada tingkat daerah atau local, maka partisipasi mereka pada tingkat pusat belum tentu dapat dengan mudah dipahami oleh para pengembang dan pelaksana kurikulum di daerah.
            Pengembangan kurikulum juga membutuhkan partisipasi para ahli bidang studi / bidang ilmu yang juga mempunyai wawasan tentang pendidikan serta perkembangan tutntutan masyarakat. Sumbangan mereka dalam memiliki bidang ilmu, yang mutakhir dan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat sangat diperlukan. Mereka juga sangat diharapkan partisipasinya dalam menyusun materi ajaran dalam sekuens yang sesuai dengan struktur keilmuan tetapi sangat memudahkan para siswa untuk mempelajarinya.
3. Peranan guru
Guru memegang peranan yang cukup penting baik didalam perencaaan maupun pelaksanaan kurikulum. Dia adalah perencanan, pelaksana, dan pengembang kurikulum bagi kelasny.
            Sekalipun ia tidak mencetuskan sendiri konsep – konsep tentang kurikulum, guru merupakan penerjemah kurikulum yang datang dari atas. Dialah yang mengolah, meramu kembali kurikulum dari pusat untuk disajikan dikelasnya. Karena guru juga merupakan barisan pengembang kurikulum yang terdepan maka guru pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum.
            Peranan guru bukan hanya menilai prilaku dan prestasi belajar murid – murid dalam kelas, tetapi juga menilai implementasi kurikulum dalam lingkup yang lebih luas. Hasil – hasil penilaian demikian akan sangat membantu pengembangan kurikulum, untuk memahami hambatan – hambatan dalam implementasi kurikulum dan juga dapat membantu mencari cara untuk mengoptimalakan kegiatan guru.
            Guru juga bukan hanya berperan sebagai guru didalam kelas, ia juga seorang komunikator, pendorong kegiatan belajar, pengembang alat – alat belajar, pencoba, penyusunan organisasi, manejer system pengajaran, pembimbimng baik disekolah maupun di masyarakat dalam hubungannya dalam pelaksaan pendidikan seumur hidup.
            Guru juga berperan pelajar dalam masyarakatnya, sebab ia harus selalu belajar struktur sosial masyarakat, nilai – nilai utama masyarakat , pola –pola tingkah laku dalam masyarakat. Hal – hal diatas diperlukan untuk mempersiapkan guru dalam berbagai situasi dan kegiatan pendidikan.
            Sebagai pelaksanaan kurikulum maka guru pulalah yang menciptakan kegiatan belajar mengajar bagi murid – muridnya. Berkat keahlian, keterampilan dan kemampuan seninya dalam mengajar, guru mampu menciptakan situasi belejat yang aktif yang menggairahkan yang penuh dengan kesungguhan dan mampu mendorong kreatifitas anak.
4. Peranan orang tua murid
Orang tua juga mempunyai peranan dalam pengembangan kurikulum. Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal : pertama dalam penyusunan kurikulum dan kedua dalam pelaksaan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta , hanya terbatas kepada beberapa orang saja, dan cukup waktu dan mempunyai latar belakang yang memadai. Peranan orang tua lebih besar dalam pelaksanaan kurikulum., dalam pelaksaan kurikulum diperlukan kerjasama yang sangat erat antara guru atau sekolah dengan para orang tua murid. Sebagian kegiatan belajar yang dituntut kurikulum dilaksanakan dirumah, dan orang tua sewajarnya mengikuti dan mengamati kegiatan belajar anaknya dirumah. Orang tua juga secara berkala menerima laporan kemajuan anak- anaknya dari sekolah berupa rapor dan sebagainya. Rapor juga merupakan sebagai alat komunikasi tentang program atau kegiatan pendidikan yang dilaksanakan disekolah. Orang tua juga dapat turut berpartisi dalam kegiatan disekolah melalui berbagai kegiatan seperti diskusi, lokakarya, seminar, pertemuan orang tua guru, pameran sekolah, dan sebagainya.
            Melalui mepngamatan dalam kegiatan belajar dirumah, laporan sekolah, partisipasi dalam kegiatan sekolah orang tua dapat turur serta dalam pengembangan kurikulum terutama dalam bentuk pelakasanaan kegiatan belajar yang sewajarnya, niat yang penuh, usaha yang sungguh 0 sungguh, penyelesaian tugas – tugas serta partisipasi dalam setiap kegiatan disekolah. Kegiatan – kegiatan tersebut akan memberikan umpan balik dalam penyempurnaan kurikulum.
C. Faktor – factor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum
Sekolah mendapat pengaruh dari kekuatan – kekuatan yang ada dalam masyarakat, terutama dari perguruan tinggi dan masyarakat.
1.      Perguruan tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari perguruan tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum,. Kedua, dari penegembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru – guru di perguruan tinggi keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Telah diuraikan terdahulu bahwa pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan dan isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di perguruan tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan
Kurikulum lembaga pendidikan tenaga kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui pengusaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru – guru yang dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru – guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi kurikulum disekolah. Guru – guru yang mengajar pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ini, umumnya disiapkan oleh LPTK (IKIP, FKIP, STKIP) melalui berbagai program, yaitu program D2, D3, dan S1. Pada sekolah dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO, tetapi secara berangsur – angsur mereka akan mengikuti program penyetaraan D2.
2.      Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat homogen atau heterogen. Masyarakat kota atau desa, petani, pedagang atau pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus melayani aspirasi – aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat mempengaruhi perkembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan anak untuk hiudp, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan perusahaan yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di sekolah.
3.      Sistem nilai
Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilai – nilai. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasi dalam kurikulum. Masalah utama yang dihadapi para pengembang kurikulum menghadapi nilai ini adalah, bahwa dalam masyarakat nilai itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen dan multiphase. Masyarakat memiliki kelompok – kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial, spiritual dan sebagainya yang tiap kelompok sering memiliki nilai yang berbeda. Dalam masyarakat juga terdapat aspek –aspek sosial, ekonomi, politik, fisik, estetika, etika. Religious, dan sebagainya. Aspek – aspek tersebut sering juga mengandung Nilai-niali yang berbeda. Ada beberapa hal yang perlu di  perhatikan guru dalam mengajarkan nila: (1) guru hendaknya mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat, (2)guru hendaknya berpegang pada prinsip demokrasi, etis, dan moral, (3) guru berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut di tiru, (4) guru menghargai nilai-nilai kelompok lain, (5) memehami dan menerima keragaman kebudayaan sendiri.
D. Artikulasi dan hambatan pengembangan kurikulum
Arti kulasi dalam pendidikan pendidikan berarti ‘’kesatupaduan dan koordinasi segala pengalaman belajar”, Untuk merealisasikan artikulasi kurikulum, perlu meneliti kurikulum secara menyeluruh, membuang hal-hal yang tidak di perlukan, menghilangkan duplikasi, merefisi metode serta isi pengajaran, mengusahakan perluasan dan kesinambungan kurikulum. Bila artikulasi dilaksanakan dengan baik akan terwujud kesenambungan pengalaman belajar sejak TK sampai perguruan tinggi , juga antara satu sama bidang studi dengan bidang studi lainnya secara horizontal. Tanpa arti kulasi akan terdapat keragaman baik dalam isi, metide maupun perhatian terhadap perkembangan anak.
Untuk menyusun artikulasi kurikulum diperlukan kerja sama dari berbagai pihak : para administrator, kepala sekolah, TK sampai rektor unversitas, guru-guru dari setiap jenjang pendidikan,orang tua murid dan toko-toko masyarakat. Dalam mengusahakan artikulasi kurikulum tersebut muridpun perlu dimintakan pendapatnya tentang hubungan pelajaran yang satu dengan yang lainnya, hubungan antara satu tingkat dengan tingkat berikutnya. Salah satu hal yang sering dipandang menghambat artikulsi adalah pembagian menurut tingkat belajarnya. Hal itu menyebabkan tersusunnya organisasi mata pelajaran yang kaku. Untuk menjamin kesinambungan pengalaman belajar beberapa sekolah menggunakan sistem pendidikan tidak berkelas.




Hambatan-Hambatan pengenbangan kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan. Hambatan pertama trletak pada guru. Guru kurang berpartisipasi dalam ppengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan beberapa hal. Pertama kurang waktu. Kedua kekuranga sesuaian pendapat, baik antara sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator. Ketiga karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri.
Hambatan lain datang dari masyarakat. Untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan masyarakat baik dalam pembiayaan mauoun dalam memberikan umpan balik terhadap sisitem pendidikan atau kurikulum yang sedang berjalan. Masyarakat adalah sumber  input dari sekolah. Keberhasilan pendidikan, ketepatan kurikulum yang digunakan membutuhkan bantuan, serta input fakta dan pemikiran dari masyarakat.
Hambatan lain yang di hadapi oleh pengembang kurikulum  adalah masalah biaya. Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk kegiatan eksperimen baik metode,isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit.
E. Model-model pengembangan kurikulum
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sisitem pengelolaan pendidikan yang di anut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
Sekurang-kurangnya di kenal delapan model pengembangan kurikulum, yaitu : The administrative (line slaff) model, the grass roots model, beauchamp’s system, the demonstration model, taba’s inverted model, roger’s interpersonal relations model, the systematic action research model dan emerging technical model.
1. the administrative model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal.  Diberi nama model administrative atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah Dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya,para ahli pendidikan, ahli kurikulum , ahli disiplin ilmu, dan para tokoh  dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasa, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal yang mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang saksama, administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan atau kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior. Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional,  dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah di gariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembangan kurikulum tersebut selesai hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas, modal pengembangan kurikulum demkian disebut juga model “top dwon” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas, tdk selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat di hindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan suatu evaluasi, untuk menialai baik, validitas komponen-komponennya, prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah. Sedangkan penilaian persekolah dapt dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut meruoakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan ditingkat pusat, daerah, maupun sekolah.
2. the grass roots model.
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kkurikulum, buan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahw guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurnaan dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah  yang paling kompoten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh smith, stanley dan shores (1957:429) ;
1.      The curriculum will improve 0nly as the professional compotence of teacher improves
2.      The compotence of teachers will be inproved only as the teachers become involved personally in the problems of curriculum revision
3.      If teachers share in shaping the goals to be attained, in selecting, defining, and solving the  problems to be encountered, and in judging and evaluating the rusults, their involvement will be most nearly assured.
4.      As people meet in face-to-face groups they will be able to understand one another better and to reach a consensus on basic principles, goals, and plans (smith, stanley, and shorer 1957:429)

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkinhanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya. Memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang lebih mandiri dan kreatif.
3. beauchamp’s system
Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan di cakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi ataupun seluruh negara. Pentahapan arena ini di tentukan oleh wewenang. Yang  dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup suatu daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek   
            Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang ikutserta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam kurikulum  yaitu; (1) para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang iljmu dari luar, (2)  para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, (3) para profesional dalam sistem pendidikan, (4) profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum, dibanding dengan tokoh-tokoh lain seperti, para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta industriawan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah arena. untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru-guru semakin besar. Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok keterlibatan personalia ini, beuchamp mengemukakan tiga pertanyaan ; (1) haruskah kelompok ahli /pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?, (2)  bila ia,  apakah penerapan mereka?, (3) apakah mungkin ditemukan alat atau cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran tersebut?.
            Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur  yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umun dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pegalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi seluruh kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu; (1) membentuk tim pengembang  kurikulum, (2) mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada dan sedang digunaka, (3) studi penjajagan tentag kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (4) merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari  pimpinan sekolah atau administrasi setempat.
Langkah yang kelima dan merupakan langkah yang terakhir adalah evaluasi kurikulum. Lagkah ini minimal mencakup empat hal, yaitu; (1) evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, (2)  evaluasi desain kurikulum, (3) evaluasi hasil belajar siswa, (4) evaluasi dari sistem keseluruhan kurikulum. Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini dignakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum serta primsip-dan sistem pelaksanaannya.



4. the Demonstrasion Model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datng dari bawah. model ini diprakarsai oleh sekelompok guru bekerjasama dengan ahli mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatut komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembagan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
Menurut smith, stanley, dan Shores ada dua  variasi model demontrasi ini. Pertama, sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Proyek ini bertujuan untuk mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau beberapa segi/komponen kurikulum. Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas. Kegiatan penelitian dan pengembangan ini biasanya diprakarsai dan di organisasi oleh instansi pendidikan yang berwenang sperti; direktorat pendidikan, pusat pengembangan kurikulum. Kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan, dan sebagainya.
Bentuk yang kedua, kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang kurang meraa puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian  dan pengembangan sendiri. Mereka menggunakan hal-hal lain yang berbada dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan di daerah yang lebih luas
Ada beberapa kebaikan dalam pengembagan kuriklum dengan model demonstarasi ini. Pertama; karena kurikulum disusun dan dilaksanakan di dalam situasi tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis. Kedua, perubahan atau penyenpurnaan kurikulum dalam skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh administarsi, dibandingkan dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh. Ketiga, pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model demonstasi dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya ada tetapi pelaksanaannya tidak ada. Keempat, model ini sifatnya yang grass  roots menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
5.      Taba’s interved model
Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduktif dengan urutan:
a.       Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar
b.      Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen tertentu
c.       Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh
d.      Melaksanakan kurikulum didalam kelas
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak meransang timbulnya inovasi-inovasi. Ada 5 pengembangan kurikulum menurut model taba ini
a.       Mengadakan unit eksperimen bersama guru
b.      Menguji unit eksperimen
c.       Mengadakan revisi dan konsolidasi
d.      Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum
e.       Implementasi dan desiminasi
6.      Rogers interpersonal relation models
Ada 4 langka pengembangan kurikulum model rogers. Pertama: pemilihan target dari system pendidikan. di dalam penentuan target ini satu satunya criteria yang menjadi pagangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan kelompok ini mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut.
1.   He is less protective  of his own beliefs and can listen more accurately.
2.   He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.
3.   He has less need to protect bureaucratic rules.
4.   He communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and sub-ordinates because he is more open and less self-protective.
5.   He is more person oriented and democratic.
6.   He openly confronts personal emotional frictions between him self and colleagues.
7.   He is more able to accept both positive and negative feeback and use it constructive(Rogers, 1967:722).
Bahasa Indonesia
1.   Dia kurang protektif keyakinan sendiri dan dapat mendengarkan lebih akurat.
2.   Dia menemukan lebih mudah dan kurang mengancam untuk menerima ide-ide inovatif.
3.   Dia memiliki sedikit kebutuhan untuk melindungi aturan birokrasi.
4.   Dia berkomunikasi lebih jelas dan realistis kepada atasan, rekan-rekan, dan sub-koordinat karena dia lebih terbuka dan kurang melindungi diri.
5.   Dia lebih orang berorientasi dan demokratis.
6.   Dia secara terbuka menghadapi friksi emosional pribadi antara nya dan rekan.
7.   Dia lebih mampu menerima baik feeback positif dan negatif dan menggunakannya konstruktif (Rogers, 1967: 722).

Langkah kedua dalam pengembangan kurikulum model Rogers adalah partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti yang dilakukan para pejabat pendidikan, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok.  Keikutsertaan guru dalam kelompok tersebut sebaiknya bersifat suka rela, lama kegiatan kalu bisa satu minggu lebih, tetapi dapat juga kurang dari seminggu. Efek yang akan diterima guru-guru sejalan dengan para administrator, dengan beberapa tambahan.
1.   He is more able to listen to students.
2.   He accepts innovative, troublesome ideas from students, rather than insisting on conformity
3.   He pays as much attention to his relationships with students as he does to course content.
4.   He works out promlems with students rather than responding in a disciplinary and punitive manner.
5.   He developed an egalitarian and democratic classroom climate(Roger, 1967: 724)
Bahasa Indonesia
1.   Dia lebih mampu mendengarkan siswa.
2.   Dia menerima inovatif, ide-ide merepotkan dari siswa, bukan bersikeras kesesuaian
3.   Dia membayar banyak perhatian untuk hubungan dengan siswa seperti yang dilakukannya hingga substansi.
4.   Dia bekerja keluar promlems dengan siswa daripada menanggapi dengan cara yang disiplin dan hukuman.
5.   Dia mengembangkan iklim kelas ekualitarian dan democtaric (Roger, 1967: 724)
Langkah ketiga, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau fsilitator dari luar. Dari kegiatan ini para siswa akan mendapatkan:
1.   He feels freer to express both positive and negative feelings in class.
2.   He works through these feelings toward a realistic solution.
3.   He has more energy for learning because he has less fear of constant evaluation and punishment.
4.   He discovers that he is responsible for his own learning.
5.   He awe and fear of authority diminish as he finds teachers and administrators to be fallible human beings
6.   He finds that the learning process enables him to deal with his life (Rogers, 1967:725).
Bahasa Indonesia
1.   Dia merasa lebih bebas untuk mengekspresikan perasaan positif dan ngative di kelas.
2.   Ia bekerja melalui perasaan ini menuju solusi yang realistis.
3.   Ia memiliki lebih banyak energi untuk belajar karena ia memiliki kurang takut evaluasi konstan dan hukuman.
4.   Ia menemukan bahwa ia bertanggung jawab untuk belajar sendiri.
5.   Dia kagum dan takut otoritas berkurang saat ia menemukan guru dan administrator untuk menjadi manusia tidak sempurna
6.   Ia menemukan bahwa proses pembelajaran memungkinkan dia untuk menangani hidupnya (Rogers, 1967: 725).
Langkah keempat , partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat dikordinasikan oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok dapat tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Rogers juga menyarankan, kalau mungkin ada pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran. Kegiatan merupakan kulminasi dari semua kegiatan kelompok di atas.
Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah cirri khas Carl Rogers sebagai seorang Eksistensialis Humanis, ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah. Metode pendidikan yang diutamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter group dan Training Group (T Group).
7.      The systematic action-research model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan social. Hal itu mencakup sutu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur system sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuia dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal yaitu: hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional.
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat,pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaiman peranan kurikulum dalam dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah denga prosedur action research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara saksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara  mengatasi masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus diambil.
Langkah kedua, implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan datadan fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data ini mempunyai beberapa fungsi:
1.   Menyiapkan data bagi evaluasi tindakan
2.   Sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi
3.   Sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi
4.   Sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.

8.      Emerging Technical Models
Perkembangan bidang teknologi dalam ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis., juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecendrungan-kecendrungan baru yang didasarkan atas hal itu, di antaranya:
1.   The behavioral analysis model
2.   The system analysis model 
3.   The compute based model
The Behavioral Analysis Model, menekankan penguasaan prilaku atau kemampuan. Suatu perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku-perilaku tersebut secara berangsur-ansur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks
The System Analysis Model berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrument untuk menilai ketercapaiaan hasil-hassil belajar tersebut. Langkah ketiga, mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaiaan hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
The Computer Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan computer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolaan disesuaikan  dengan kemapuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dalam computer.
F. Buku Acuan
Hoover, Kenneth H.(1982). The Professional Teacher’s Handbook. Boston:Allyn and Bacon, Inc.
Tulisan ini menyajikann suatu kerangka kerja dasar yang bersifat konseptual tentang penggunaan metode mengajar yang didasarkan atas pendekatan inkuiri. Kerangka kerja ini dapat digunakan oleh para instruktur, guru dan calon guru untuk memahami, menganalisa dan mengaplikasikannya dalam dalam berbagai proses pengajaran. Ada empat langkah cara dasar mengajar inkuiri yang didasarkan atas konsep ini.
1.   Pengembangan konsep dasar yang merupakan landasan bagi pengajar
2.   Menyatakan konsep dalam bentuk pertanyaan yang bersifat terbuka untuk memancing sejumlah kemungkinan pemecahan.
3.   Pengembangan dan evaluasi hipotesis atau pemecahan yang munngkin
4.   Generalisasi yang didasarkan atas kemungkinan pemecahan
Keempat langkah tersebut dapat  digunakan dalam berbagai situasi: individu atau kelompok kecil, kelompok besar(seminar, diskusi, debat, ceramah), metode yang bersifat afektif(role playing, sosiometri, sosiodrama, simulasi, permainan, metode kasus).
Hans, Glen(1980). Curriculum Planning, A New Approach. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari sekitar 50 orang ahli kurikulum. Meskipun demikian pokok-pokok yang dibahas telah tersusun secara sistematis logis sehingga membentuk satu kesatuan karya yang utuh, karena ditulis oleh begitu banyak orang, buku ini boleh dikatakan komprehensif, walaupun disana sini ada saja tumpang tindih, sehingga membentuk satu handbook yang lengkap. Buku ini dapat menjadi pegangan bagi para pengajar, perencana dan pengembang kurikulum, maupun para mahasiswa yang sedang mendalami kurikulum.
Keseluruhan isi buku ini tersusun secara sistematis, dimulai dengan dasar-dasar dan criteria kurikulum yang menyangkut konsep, factor-faktor social, perkembangan individu, pengetahuan, belajar, dan criteria kurikulum. Selanjutnya juga diuraikan kurikulum dalam berbagai jenjang dan jenis pendidikan, sekolah dasar, sekolah menengah, pendidikan tinggi dan orang dewasa



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Prinsip pengembangan kurikulum ada 2 yaitu prinsip khusus dan prinsip umum
2.      Pihak yang terlibat dalam pengembangan kurikulum yaitu
·         Peranan para administrator pendidikan
·         Peranan para ahli
·         Peranan orangtua murid
·         Peranan guru
3.      Factor yang mempengaruhi penembangan kurikulum
·         Perguruan tinggi
·         Masyarakat
·         System nilai
4.      Hambatan pengembangan kurikulum yaitu Hambatan pertama trletak pada guru. Guru kurang berpartisipasi dalam ppengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan beberapa hal. Pertama kurang waktu. Kedua kekuranga sesuaian pendapat, baik antara sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator. Ketiga karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri
5.      Model pengembangan kurikulum ada 5 model

B.     Saran

Seharusnya dalam pengembangan kurikulum harus betul-betul diperhatikan oleh pemerintah dan juga yang turut berperan dalam pengembangan kurikulum
Share:

0 comments:

Post a Comment

BTemplates.com

akhyar. Powered by Blogger.

Total Pageviews

Translate

BTemplates.com

Pages - Menu

Pages - Menu