melakukan kegiatan
kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan kelompok ini
mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut.
1. He
is less protective of his own beliefs
and can listen more accurately.
2. He
finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.
3. He
has less need to protect bureaucratic rules.
4. He
communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and
sub-ordinates because he is more open and less self-protective.
5. He
is more person oriented and democratic.
6. He
openly confronts personal emotional frictions between him self and colleagues.
7. He
is more able to accept both positive and negative feeback and use it
constructive(Rogers, 1967:722).
Bahasa
Indonesia
1.
Dia kurang protektif keyakinan sendiri dan dapat
mendengarkan lebih akurat.
2.
Dia menemukan lebih mudah dan kurang mengancam untuk
menerima ide-ide inovatif.
3.
Dia memiliki sedikit kebutuhan untuk melindungi aturan
birokrasi.
4.
Dia berkomunikasi lebih jelas dan realistis kepada
atasan, rekan-rekan, dan sub-koordinat karena dia lebih terbuka dan kurang
melindungi diri.
5.
Dia lebih orang berorientasi dan demokratis.
6.
Dia secara terbuka menghadapi friksi emosional pribadi
antara nya dan rekan.
7.
Dia lebih mampu menerima baik feeback positif dan negatif
dan menggunakannya konstruktif (Rogers, 1967: 722).
Langkah kedua dalam
pengembangan kurikulum model Rogers adalah partisipasi guru dalam pengalaman
kelompok yang intensif. Sama seperti yang dilakukan para pejabat pendidikan,
guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok.
Keikutsertaan guru dalam kelompok tersebut sebaiknya bersifat suka rela,
lama kegiatan kalu bisa satu minggu lebih, tetapi dapat juga kurang dari
seminggu. Efek yang akan diterima guru-guru sejalan dengan para administrator,
dengan beberapa tambahan.
1. He
is more able to listen to students.
2. He
accepts innovative, troublesome ideas from students, rather than insisting on
conformity
3. He
pays as much attention to his relationships with students as he does to course
content.
4. He
works out promlems with students rather than responding in a disciplinary and
punitive manner.
5. He
developed an egalitarian and democratic classroom climate(Roger, 1967: 724)
Bahasa Indonesia
1. Dia lebih mampu mendengarkan siswa.
2. Dia menerima inovatif, ide-ide
merepotkan dari siswa,
bukan bersikeras kesesuaian
3. Dia membayar banyak perhatian untuk
hubungan dengan siswa
seperti yang dilakukannya hingga
substansi.
4. Dia bekerja keluar promlems
dengan siswa daripada menanggapi dengan cara yang disiplin dan hukuman.
5. Dia mengembangkan iklim
kelas ekualitarian dan democtaric (Roger,
1967: 724)
Langkah
ketiga, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau
unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan
kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau fsilitator dari
luar. Dari kegiatan ini para siswa akan mendapatkan:
1. He
feels freer to express both positive and negative feelings in class.
2. He
works through these feelings toward a realistic solution.
3. He
has more energy for learning because he has less fear of constant evaluation
and punishment.
4. He
discovers that he is responsible for his own learning.
5. He
awe and fear of authority diminish as he finds teachers and administrators to
be fallible human beings
6. He
finds that the learning process enables him to deal with his life (Rogers,
1967:725).
Bahasa
Indonesia
1. Dia merasa lebih bebas untuk
mengekspresikan perasaan positif dan ngative di kelas.
2. Ia bekerja melalui perasaan
ini menuju solusi yang realistis.
3. Ia memiliki lebih banyak energi untuk belajar karena ia memiliki kurang takut evaluasi
konstan dan hukuman.
4. Ia menemukan bahwa ia bertanggung
jawab untuk belajar sendiri.
5. Dia kagum dan takut otoritas berkurang
saat ia menemukan guru dan administrator
untuk menjadi manusia tidak sempurna
6. Ia menemukan bahwa proses pembelajaran memungkinkan dia untuk menangani hidupnya (Rogers, 1967:
725).
Langkah
keempat , partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat
dikordinasikan oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok dapat
tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus.
Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama
orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Rogers juga menyarankan, kalau mungkin
ada pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran. Kegiatan merupakan
kulminasi dari semua kegiatan kelompok di atas.
Model
pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya.
Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah
rangkaian kegiatan kelompok. Itulah cirri khas Carl Rogers sebagai seorang
Eksistensialis Humanis, ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis,
data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi.
Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah.
Metode pendidikan yang diutamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter
group dan Training Group (T Group).
7.
The
systematic action-research model
Model kurikulum ini
didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan social.
Hal itu mencakup sutu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa,
guru, struktur system sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan
masyarakat. Sesuia dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal
yaitu: hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari
pengetahuan professional.
Kurikulum dikembangkan
dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat,pengusaha,
siswa, guru, dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan,
bagaimana anak belajar, dan bagaiman peranan kurikulum dalam dalam pendidikan
dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan
harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah
denga prosedur action research.
Langkah pertama,
mengadakan kajian secara saksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa
pengumpulan data yang bersifat menyeluruh dan mengidentifikasi faktor-faktor,
kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian
tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut, serta tindakan
pertama yang harus diambil.
Langkah kedua, implementasi
dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti
oleh kegiatan pengumpulan datadan fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data ini
mempunyai beberapa fungsi:
1. Menyiapkan
data bagi evaluasi tindakan
2. Sebagai
bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi
3. Sebagai
bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi
4. Sebagai
bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
8.
Emerging
Technical Models
Perkembangan bidang
teknologi dalam ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam
bisnis., juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh
kecendrungan-kecendrungan baru yang didasarkan atas hal itu, di antaranya:
1. The
behavioral analysis model
2. The
system analysis model
3. The
compute based model
The
Behavioral Analysis Model, menekankan penguasaan prilaku atau kemampuan. Suatu
perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang
sederhana yang tersusun secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku-perilaku
tersebut secara berangsur-ansur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih
kompleks
The
System Analysis Model berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama
dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus
dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrument untuk menilai
ketercapaiaan hasil-hassil belajar tersebut. Langkah ketiga, mengidentifikasi
tahap-tahap ketercapaiaan hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah
keempat, membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
The
Computer Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan
computer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit
kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang
diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan
tentang unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolaan disesuaikan dengan kemapuan dan hasil-hasil belajar yang
dicapai siswa dalam computer.
F. Buku Acuan
Hoover, Kenneth H.(1982).
The Professional Teacher’s Handbook. Boston:Allyn and Bacon, Inc.
Tulisan
ini menyajikann suatu kerangka kerja dasar yang bersifat konseptual tentang
penggunaan metode mengajar yang didasarkan atas pendekatan inkuiri. Kerangka kerja
ini dapat digunakan oleh para instruktur, guru dan calon guru untuk memahami,
menganalisa dan mengaplikasikannya dalam dalam berbagai proses pengajaran. Ada
empat langkah cara dasar mengajar inkuiri yang didasarkan atas konsep ini.
1. Pengembangan
konsep dasar yang merupakan landasan bagi pengajar
2. Menyatakan
konsep dalam bentuk pertanyaan yang bersifat terbuka untuk memancing sejumlah
kemungkinan pemecahan.
3. Pengembangan
dan evaluasi hipotesis atau pemecahan yang munngkin
4. Generalisasi
yang didasarkan atas kemungkinan pemecahan
Keempat
langkah tersebut dapat digunakan dalam
berbagai situasi: individu atau kelompok kecil, kelompok besar(seminar,
diskusi, debat, ceramah), metode yang bersifat afektif(role playing,
sosiometri, sosiodrama, simulasi, permainan, metode kasus).
Hans, Glen(1980).
Curriculum Planning, A New Approach. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Buku
ini merupakan kumpulan tulisan dari sekitar 50 orang ahli kurikulum. Meskipun demikian
pokok-pokok yangf dibahas telah tersusun secara sistematis logis sehingga
membentuk satu kesatuan karya yang utuh, karena ditulis oleh begitu banyak
orang, buku ini boleh dikatakan komprehensif, walaupun disana sini ada saja
tumpang tindih, sehingga membentuk satu handbook yang lengkap. Buku ini dapat
menjadi pegangan bagi para pengajar, perencana dan pengembang kurikulum, maupun
para mahasiswa yang sedang mendalami kurikulum.
Keseluruhan
isi buku ini tersusun secara sistematis, dimulai dengan dasar-dasar dan criteria
kurikulum yang menyangkut konsep, factor-faktor social, perkembangan individu,
pengetahuan, belajar, dan criteria kurikulum. Selanjutnya juga diuraikan
kurikulum dalam berbagai jenjang dan jenis pendidikan, sekolah dasar, sekolah
menengah, pendidikan tinggi dan orang dewasa.
0 comments:
Post a Comment