Blogroll

Thursday 12 June 2014

Hukum Adat( Sejarah Hukum Adat)



NAMA             : AHMAD AKHYAR ABDUL AHAD
NIM                 : 1261041026
JURUSAN       : PPKn
TUGAS HUKUM ADAT
1.  SEJARAH HUKUM ADAT
Hukum Adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang Ahli Sastra Timur dari Belanda (1894). Sebelum istilah Hukum Adat berkembang, dulu dikenal istilah Adat Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh) pada tahun 1893-1894 menyatakan hukum rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah de atjehers.
Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Adat Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.
Perundang-undangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah ini pada tahun 1929 dalam Indische Staatsregeling (Peraturan Hukum Negeri Belanda), semacam Undang Undang Dasar Hindia Belanda, pada pasal 134 ayat (2) yang berlaku pada tahun 1929
Dalam masyarakat Indonesia, istilah hukum adat tidak dikenal adanya. Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah teknis saja. Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli hukum dalam rangka mengkaji hukum yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan.

Paling tidak ada tiga kategori periodesasi hal penting ketika berbicara tentang sejarah hukum adat, yaitu:
Sejarah proses pertumbuhan dan perkembanagan hokum adat itu sendiri, peraturan adat istiadat kita ini pada hakikatnya sudah terdapat pada zaman pra hindu.

Sejarah hokum adat sebagai system hokum dari tidak/belum dikenal hingga sampai dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan.
Sejarah kedudukan hokum adat, sebagai masalah politik hokum, didalam system perundang-undangan di Indonesia.
Faktor  yang    mempengaruhi di samping faktor astronomis–iklim–dan geografis–kondisi alam–serta watak bangsa yang bersangkutan, maka faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi proses perkembangan hukum  adat adalah:
A. Magis dan Animisme
alam pikiran mistis-magis serta pandangan hidup animistis-magis sesungguhnya dialami oleh tiap bangsa di dunia ini. faktor pertama ini khususnya mempengaruhi dalam empat hal, sebagai berikut:
1) pemujaan roh-roh leluhur,
2) percaya adanya roh-roh jahat dan baik,
3) takut kepada hukuman ataupun pembalasan oleh kekuatan gaib, dan
4) dijumpainya orang orang yang oleh rakyat dianggap dapat melakukan hubungan  dengan kekuatan-kekuatan gaib
B.  Agama
1. Agama Hindu. pengaruh terbesar agama ini terdapat di bali meskipun pengaruh dalam
hukum adatnya sedikit sekali.
2) Agama Islam. pengaruh terbesar nyata sekali terlihat dalam hukum perkawinan.
3) Agama Kristen. hukum perkawinan kristen diresepsi dalam hukum adatnya.
C. kekuasaan yang lebih tinggi daripada persekutuan hukum adat. 
kekuasaan itu adalah kekuasaan yang meliputi daerah-daerah yang lebih luas daripada wilayah satu persekutuan hukum, seperti misalnya kekuasaan raja-raja, kepala kuria, nagari.
D. hubungan    dengan            orang-orang   ataupun kekuasaan asing
Faktor ini sangat besar pengaruhnya. hukum adat yang semula sudah meliputi segala bidang kehidupan hukum, oleh kekuasaan asing–kekuasaan penjajahan belanda–menjadi terdesak sedemikian rupa hingga akhirnya praktis menjadi bidang perdata material saja.

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADAT

Istilah “hukum Adat”adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa belanda adatrecht,yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje. Istilah adatrecht kemudian dikutip oleh Van Vollenhoven sebagai istilah teknis yuridis.
Kalau hukum adat itu sesuatu yang hidup dalam masyarakat, yaitu suatu gejala sosial yang hidup, Perhatian terhadap hukum adat itu tadak hanya terwujud dalam dilahirkannya suatu ilmu hukum adat, tetapi juga terjelma dalam dijalankannya suatu politik hukum adat, pertama-tama oleh VOC, kemudian oleh GovermentHindia Belanda dahulu. Yang disebut pertama belum mengenal hukum adat tetapi telah mengetahui bahwa orang-orang indonesia tunduk pada perturan tradisional yang khas biarpun peraturan itu dianggap peraturan agama islam, dan yang disebut kedua baru pada abad ini mengenal istilah “hukum adat”.
Menyadari adanya dan kemudian “menemukan” hukum adat itu dengan berangsur-angsur, terjadilah dalam abad ke-19 dan pada permulaan abad ke-20 ini, sebagai akibat diadakannya penyelidikan dan pelajaran hukum adat yang makin lama makin banyak, makin teliti dan makin sistematis.
Van vollenhoven dalam Deontdekking van het adatrecht menyebut periode sampai tahun 1865 sebagai zaman “westersche verkenningen”, yakni zaman perintis dalam penyelidikan dan pelajaran hukum adat oleh orang-orang yang berasal dari dunia barat.
Sebagai perintisnya adalah seorang inggris yang bernama marsden yang menjadi pegawai pamongpraja (hindia) inggris.
Pada tahun 1783 oleh marsden di pulikasikan sebuah buku yang berjudul the history of sumatra. Yang sebenarnya tidak memuat sejarah pulau tersebut, tetapi dengan meminjam istilah-istilah van vollenhoven membuat suatu “gambaran” atau suatu “laporan sistematis” tentang sumatra pada akhir abad ke-18. Istilah van vollenhoven ini sesuai dengan  - - yang oleh marsden sendiri diberi tentang istilah “history” itu yaitu: berisikan laporan tentang pemerintahan hukum, kebiasaan dan adat sopan-santun orang-orang pribumi. Mengenai hukum adat yang dperhatikan oleh marsden dalam bukunya, van vollen hoven menulis: “hukum adat meliputi hanya sebagian daripada buku marsden tetapi ia mencarinya dan memberikan perhatian yang khusus -  tehadap hukum adat itu -, mencoba menyusunnya, dan menepatkannya pada tempat yang utama pada ulasan – judulnya dan di dalam pokok bukunya itu”
Van vollenhovenmenyebut marsden seorang prionir,seorang printis dalam penemuan hukum adat itu, - sebab – “padanyalah timbul untukpertama kali kesadaran tentang kesatuah dan hubungan tali-temali dari pada daerah dan golongan suku-suku bangsa yang keseluruhannya digolongkannya di dalam komplek yang lebih luas, yaitu melayu-polinesia yang di dalam perjalanan selanjutnya dari abad ke-19, akan dijuluki dengan nama “daerah indonesia” dan “orang-orang indonesia”
Karya marsden disusul dengan karya herman warner muntinghe seorang belanda, “yang hampir menyamai marsden sebagai prionir” dan yang berturut-turut menjabat sekretaris-pemerintahan, sekretaris jendral dari gubernur-jendral daendels, ketua hooggerechtshof, pembantu . . . raffles (!), sesudah kembalinyakekuasaan belanda atas indonesia menjadi pembantu . . . komisaris-jendral (!), pada akhirnya: anggota Raad van indies - - teranglah ia bahwa ia adalah seorang yang pandai mengabdi pada yang kuat dan berkuasa! Rupanya jasa muntighe adalah penemuan desa jawa sebagai suatu persekutuan hukum (rechtsgemeensschap) yang asli dengan organisasi sendiri dan hak-hak sendiri atas tanah. Muntighe adalah juga orang barat pertama yang secara sistematis memakai istilah “adat”, tetapi masih belum mengenal istilah “adatrecht”


peraturan adat kita telah ada semenjak adanya nenek moyang kita dahulu yaitu zaman sebelum datangnya Agama Hindu dan agama-agama lainnya serta budaya-budaya asing lainnya ke dalam tatanan pola kehidupan masyarakat kita yang  masih utuh. Adat istiadat dimaksud adalah merupakan Adat Melayu Polinesia. Lambat laun datanglah ke kepulauan kita kultur Hindu, kemudian kultur Budha, kultur Islam, kultur Kristen serta lain-lainnya yang masing-masing membawa pengaruh terhadap kultur kita yang asli itu.  Adat yang hidup pada masyarakat kita(Bangsa Indonesia) sekarang ini adalah merupakan suatu hasil akulturasi antara peraturan-peraturan adat istiadat yang asli (pada zaman pra hindu) dengan peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh kultur Hindu, Budha, Islam, Kristen, dan lain sebagainya yang telah menjadi satu.
Menurut Prof djojodigoeno, S.H. Dalam bukunya “Asas-asas Hukum Adat”(hal 8) menuliskan sebagai berikut.
Mengenai inti sari Hukum Adat Indonesia dapat ditegaaskan bahwa pokok pangkal Hukum Adat Indonesia adalah ugeran-ugeran yang dapat disimpulkan bahwa dari sumber tersebut, (kekuasaan pemerintah Negara atau salah satu sendinya dan kekuasaan masyarakat sendiri) dan timbul langsung sebagai pernyataan-pernyataan kebudayaan Indonesia asli, tegasnya sebagai pernyataan rasa keadilanya dalam hubungan pamri. Unsur lainnya yang tidak begitu besar artinya atau luas pengaruhnya  ialah unsure-unsur keagamaan, teristimewa unsure-unsur  yang dibawa  oleh agam islam, pengaruh agama hindu dan Kristen pun ada juga.
Menurut Dr. Soekanto dalam bukunya”Meninjau Hukum Adat Indonesia”(hal 54) menyatakan sebagai berikut : Jika kita mengeluarkan pertanyaan, hokum apakah menurut kebenaran, keadaan, yang bahagian terbesar terdapat dalam hokum adat Indonesia, jawabnya ialah hokum melayu polinesia yang asli itu, dengan disana sini sebagai bahagian yang sangat kecil, hokum-agama.
Menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, dalam bukunya “Het Adatrecht van Nederland Indie” jilid I eerste  stuk (hal 9) menggambarkan hokum adat beserta unsur-unsurnya sebagai berikut:
Hukum adat atau hukum pribumi terbagi atas 2 unsur yaitu:
Hukum adat tidak tertulis (Hukum asli penduduk)
Hukum adat tertulis (ketentuan-ketentuan hokum agama
Dalam sejarah hukum adat di Indonesia, terdapat berbagai bukti yang memperlihatkan kepada kita bahwa hukum adat telah ada di Indonesia sejak lama. Hal ini dapat ditunjukkan dengan keberadaan Kitab Civacasana yang telah ada sejak jaman Raja Dharmawangsa (Kerajaan Hindu) pada tahun 1000, kemudian ada juga kitab gajah mada yang dibuat oleh Patih Majapahit, yakni Patih Gajah Mada pada tahun 1331 sampai dengan 1364. Selain itu, ada pula kitab Adigama yang dibuat oleh Patih Kanaka dari Kerajaan Majapahit pada tahun 1413-1430. Kitab lainnya adalah kitab hukum Kutaramanava yang telah ada di Bali pada tahun 1350.
Keberadaan kitab-kitab tersebut menunjukkan kepada kita bahwa sejarah hukum adat di Indonesia telah ada sejak lama. Dalam sejarah hukum adat, kitab tersebut diatas merupakan kitab yang mengatur kehidupan di dalam lingkungan istana.
Selain kitab yang mengatur pola kehidupan di dalam lingkungan istana, dalam sejarah hukum adat masih banyak lagi kitab yang mengatur pola kehidupan masyarakat pada umumnya, antara lain: Ruhut Parsaroan dan Patik Dohot Uhumni Halak di Tapanuli. Kemudian ada Undang-Undang Jambi yang berlaku di masyarakat Jambi. Ada juga Undang-Undang Simbur Cahaya yang mengatur mengenai tanah di dataran tinggi daerah palembang. Undang-Undang Nan Dua Puluh yang mengatur mengenai delik di Minangkabau. Kemudian ada pula Amanna Gappa yang mengatur mengenai Pelayaran dan pengangkatan laut bagi orang wajo di Sulawesi Selatan. Kemudian ada pula Awig-awig yang ditulis diatas daun lontar di Bali.
SEJARAH HUKUM ADAT MULAI DARI TIDAK DIKENAL SAMPAI   DIKENAL DALAM ILMU PENGETAHUAN
Sejarah hukum adat sebagai sistem hukum dari yang tidak dikenal hingga dikenal dalam ilmu pengetahuan dapat di bagi atas empat periodesasi waktu di antaranya adalah ;
a. Sebelum Zaman kompeni.
b. Pada zaman kompeni (1602-1800).
c. Pada zaman Daendels (1808- 1811).
d. Pada zaman Raffles (1811-1816).
Dalam empat tahapan waktu mengenai proses sejarah hukum adat hingga sampai mulai dikenal dalam ilmu pengetahuan, pada mulanya melalui proses yang panjang.
Pada zaman sebelum kompeni yaitu sebelum tahun 1602 bangsa asing belum menaruh perhatian kepada hukum adat. Barulah pada zaman kompeni bangsa asing mulai menaruh perhatian terhadap adat-istiadat kita baik atas inisiatif sendiri maupun perintah tugas dari penguasa kolonial pada masa itu.
Barulah pada zaman kompeni tepatnya pada tahun 1602-1800 hukum adat akan tetap dibiarkan dan tetap berlaku di masyarakat. Namun jika kepentingan kompeni terganggu seperti dalam kepentingan badan perniagaan VOC atau untuk keperluan tertentu, maka kompeni akan bertindak opportunitelt terhadap hukum adat tersebut.
Sebelum datang VOC dan belum ada penelitian tentang hukum adat, dan semasa VOC menggunakan politik oppurtinity nya, maka pejabat Belanda yang mengurus Negara jajahan mengintruksikan kepada jendral pemimpin daerah jajahan masing-masing untuk menerapkan hokum Belanda di Indonesia yaitu pada tnggal 1 Maret 1621 yang baru dilaksanakan pada pemerintahan De Carventer yang telah melekukakn penelitian dan menyimpulkan bahwa hukum adat Indonesia masih hidup.
SEJARAH POLITIK HUKUM ADAT
Sejarah politik hukum adat dalam perundang-undangan di indonesia terbagi dalam tiga periode yaitu ;
A. Masa menjelang tahun 1848.
B. Masa pada tahun 1848 dan seterusnya.
C. Sejak tahun 1927.

Untuk lebih jelasnya berdasar periodesasi di atas maka akan diuraikan mengenai sejarah politik hukum adat di Indonesia sebagai berikut.

A. Masa menjelang tahun 1848.

Pada masa kompeni hukum adat dibiarkan saja seperti sediakala hidup berlaku untuk bangsa Indonesia.  Untuk pertama kali hukum adat mendapat sorotan pemerintah Belanda adalah pada masa pengangkatan Hageman sebagai ketua mahkamah agung Belanda pada tanggal 30 juli 1830.
Pada waktu itu Hageman melakukan pemeriksaan tugas istimewa yang bertujuan agar di Indonesia bisa di lakukan persamaan hukum dengan hukum eropa. Hageman beranggapan agar adanya kodifikasi hukum sipil yang berbahasa Indonesia yang berlaku bagi bangsa Indonesia dan eropa.  Namun hal ini tak dapat terealisasikan karena tempo penugasan telah selesai dan Hageman tak mampu menyelesaikannya.
Dengan segala usaha yang dilakukan pemerintah Belanda untuk memberlakukan hukum Belanda di Indonesia yaitu melalui panitia yang diketuai Scholten ( ketua mahkamah agung Hindia Belanda dahulu) , beranggapan bahwa Indonesia terhindar dari asas persamaan hukum pemerintah belanda. Hal tersebut juga diperkuat oleh J. Van Der Vinne yaitu seorang ahli jajahan Belanda yang beranggapan bahwa hukum Belanda tidak bisa diberlakukan di Indonesia karena masyarakatnya pluralis. Sehingga jika tetap diberlakukan menurut J. Van Der Vinne hal ini melanggar hak-hak adat istiadat dan akann memecah banyak sendi-sendi hukum.
Kupasan Van der Vinne inilah yang dijadikan pedoman pemerintah Belanda dan ikut mempengaruhi kedudukan hukum adat.

B.  Masa Pada tahun 1848 dan Seterusnya.
Hukum adat menjadi masalah politik hukum pada saat pemerintah Hindia Belanda akan memberlakukan hukum eropa atau hukum yang berlaku di Belanda menjadi hukum positif di Hindia Belanda (Indonesia) melalui asas konkordansi. Mengenai hukum adat timbulah masalah bagi pemerintah colonial, sampai dimana hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-tujuan Belanda serta kepentingan-kepentingan ekonominya, dan sampai dimana hukum adat itu dapat dimasukkan dalam rangka politik Belanda. Kepentingan atau kehendak bangsa Indonesia tidak masuk perhitungan pemerintah colonial. Apabila diikuti secara kronologis usaha-usaha baik pemerintah Belanda di negerinya sendiri maupun pemerintah colonial yang ada di Indonesia ini, maka secara ringkasnys undang-undang yang bertujuan menetapkan nasib ataupun kedudukan hukum adat seterusnya didalam system perundang-undangan di Indonesia, adalah sebagai berikut :

C. Sejak tahun 1927.
Dalam tahun 1927 Pemerintahn Hindia Belanda mengubah haluannya, menolak penyatuan hukum (unifikasi). Sejak tahun 1927 itu politik Pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum adat mulai berganti haluan, yaitu dari “unifikasi” beralih ke “kodifikasi”.

DAFTAR PUSTAKA

Hadikusuma, hilman. 1992. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: Mandar Maju.
Rato, dominikus.  Pengantar Hukum Adat. Laksbang.
Supomo. 1993.Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta:Pradnya Pramita
Wignjodipuro,Surojo. 1984. Pengantar dan Asas – asas Hukum Adat. Jakarta:Gunung Agung
__________.dan Badan Pembinaan Hukum Nasional. 1976. Seminar Hukum Adat Dan Pembinaan Hukum Nasional. Yogyakarta: Binacipta.
http://rokhilaw.blogspot.com/2012/03/sejarah-hukum-adat.html
akhyar13.blogspot.com


Share:

0 comments:

Post a Comment

BTemplates.com

akhyar. Powered by Blogger.

Total Pageviews

Translate

BTemplates.com

Pages - Menu

Pages - Menu