MAKALAH TEKNIK PERUNDANG-UNDANGAN
PERBANDINGAN TAP MPRS NO.XX/MPRS/1966 DENGAN
UNDANG-UNDANG NO.10 TAHUN 2004
OLEH
AHMAD
AKHYAR ABDUL AHAD
1261041026
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang mana telah memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran
dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Politik
Hukum yang berjudul “Perbandingan
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 dengan Undang-undang No. 10 Tahun 2004” dapat selesai seperti waktu yang telah kami rencanakan.
Tersusunnya karya ilmiah atau makalah ini tentunya tidak lepas
dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil
dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.
1.
Bapak/ibu Dosen pengasuh mata
kuliah Teknik
Perundang-Undangan UNM.
2. Teman-teman kelompok yang telah membantu dan
memberikan dorongan semangat agar makalah ini dapat kami selesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang membalas budi baik yang tulus dan ihklas kepada semua pihak yang
penulis sebutkan di atas.
Tak ada gading yang tak retak, untuk
itu kamipun menyadari bahwa makalah yang telah kami susun dan kami kemas masih
memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan baik dari segi teknis
maupun non-teknis. Untuk itu penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada
semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi
penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang. Dan apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak
berkenan di hati pembaca mohon dimaafkan.
Makassar, 09 juni 2014
Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA
PENGANTAR …………………………………………….
DAFTAR
ISI ……………………………………………………
BAB
1 PENDAHULUAN
A. Latar
belakang …………………………………………..
B. Rumusan
Masalah………………………………………..
C. Tujuan
Penulisan…………………………………………
BAB
II PEMBAHASAN
1. Jenis
dan hirarki peraturan perundangan-undangan menurut TAP MPRS No. XX/1966………………………………………………..
2. Jenis
dan hirarki perundangan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
3. Perbandingan
Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 dengan Undang-undang No.10 Tahun 2004…………………………………………..
BAB
III PENUTUP
A.Kesimpulan…………………………………………..
B.Saran………………………………………………….
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
belakang
Pengaturan yang menyeluruh dan utuh tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan di Indonesia, merupakan sesuatu hal yang baru. Sebelumnya
pengaturan ini tersebar ke dalam berbagai pengaturan. Dalam sejarah peraturan perundang-undangan
di Indonesia, konstitusi Indonesia juga hanya memuat pengaturan pokok mengenai
kekuasaan pembentuk undang-undang selebihnya, aturan turunan mengenai bagaimana
peratutran perndang-undangan di buat, materi muatan, batasan kewenangan masing-masing
organ pembentuk, dan lain sebagainya, tidak cukup jelas mewadahi dalam berbagai
pengaturan yang parsial.
Selanjutnya tentang sejarah peraturan perundang-undangan di
Indonesia, mulai TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 dan mulai menapaki babak baru
setelah lahirnya UU NO. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang kemudian pada tahun 2011 dirubah dengan UU No. 12 tahun
2011, dalam kaitannya dengan UU tersebut, pembahasan mengenai tema makalah yang
akan kami tulis, kami mengacu sepenuhnya terhadap udang-undang tersebut,
sebagai tolak ukur dalam membahas jenis, hierarki, peraturan perundang-undangan.
2.
Rumusan Masalah
A.
Tuliskan jenis dan hirarki peraturan perundangan-undangan menurut TAP MPRS No.
XX/1966
B.
Tuliskan Jenis dan hirarki perundangan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
C.
Jelaskan perbandingan TAP MPRS No. XX/1966 dengan Undang-Undang No. 10 Tahun
2004
3. Tujuan
Penulisan
A.
Untuk mengetahui jenis dan hirarki
peraturan perundangan-undangan menurut TAP MPRS No. XX/1966
B.
Untuk mengetahui Jenis dan hirarki
perundangan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
C.
Untuk mengetahui perbandingan TAP
MPRS No. XX/1966 dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Jenis dan hirarki peraturan perundangan-undangan menurut
TAP MPRS No. XX/1966 adalah sebagai berikut:
- Undang-undang Dasar 1945
- TAP MPR
- Undang-undang/Perpu
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Presiden
- Peraturan Pelaksana lainnya misalnya Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain lain
Pada
tata urutan perundangan di atas terdapat enam tata urutan dari yang tertinggi
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dan yang terendah adalah peraturan pelaksana
lainnya seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain. Kemudian
Undang-Undang dan perpu diletakkan sejajar sebagai dua peraturan yang memiliki
kekuatan hukum sama.
Pada
TAP MPRS No. XX/1966 tidak ada Peraturan Daerah sebagai bagian dari tata urutan
perundangan yang berlaku, sehingga ketika TAP MPR ini berlaku, Peraturan Daerah
memiliki kekuatan hukum yang lemah karena kedudukannya di bawah peraturan
pelaksana lainnya seperti Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri. Jika hal ini
terjadi maka system sentralisasi sangat kelihatan sekali pada masa itu, karena
segala hal yang mengatur mengenai kepentingan daerah dapat diatur oleh Menteri
yang merupakan bagian dari eksekutif dan berada di bawah presiden. Padahal
segala hal yang mengatur menyangkut kepentingan suatu daerah harus melibatkan
rakyat dari daerahyang bersangkutan agar kemakmuran dapat dinikmati secara
merataoleh rakyat yang berada di daerah tersebut. Sehingga tidak seharusnya
jika peraturan daerah diletakkan di bawah peraturan pelaksana lainnya seperti
Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri, karena Peraturan Daerah harus berdiri
sendiri dan masuk dalam tata urutan perundangan yang berlaku sehingga memiliki
kekuatan hukum yang kuat.
B.
Jenis dan hirarki perundangan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 adalah
sebagai berikut:
1. Undang-undang
Dasar 1945;
2. Undang-undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang;
3. Peraturan
Pemerintah;
4. Peraturan
Presiden;
5. Peraturan
Daerah.
Peraturan Daerah dibagi menjadi:
a.
Peraturan Daerah Provinsi
b.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
c.
Peraturan Desa
Pada tata urutan perundangan di atas
terdapat lima tata urutan perundangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 dan yang terendah yaitu Peratura
Daerah. Pada tata urutan Undang-Undang No 10. Tahun 2004 kedudukan
Undang-Undang dan perpu sudah berada pada posisi yang sejajar, tetapi TAP MPR
dihapus , sehinnga TAP MPR sudah bukan lagi menjadi bagian dari tata urutan
perundangan yang berlaku di Indonesia. Hal ini disebabkan karena TAP MPR
merupakan Staatsgrundgesetz atau aturan dasar Negara/aturan pokok Negara.
Seperti halnya Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, TAP MPR ini juga berisi
garis-garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan Negara, sifat norma hukumnya
masih secara garis besar, dan merupakan norma hukum tunggal dan tidak dilekati
norma hukum sekunder. Jadi, sudah tidak perlu lagi TAP MPR ditempatkan sebagai
bagian dari tata urutan perundangan yang berlaku di Indonesia karena sudah ada
Undang-Undang Dasar 1945, sebagai penggantinya.
Kemudian pada tata urutan menurut
Undang-Undang No. 10 Tahun2004, keputusan presiden diganti dengan praturan
presiden.hal ini disebabkan karena keputusan presiden dapat bersifat sebagai
Regeling(praturan) dan Beschiking(keputusan), sehingga jika keputusan presiden
yang bersifat Beschiking(keputusan) dikeluarkan oleh presiden, maka hal itu
hanya berlaku khusus bagi pihak tertentu dan bersifat individual, sedangkan
suatu peraturan yang menjadi bagian dari tata urutan perundangan harus mengatur
secara umum, artinya dapat berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, oleh karena
itu, istolah Keputusan Presiden diganti dengan peraturan presiden agar
ketentuan yang mengatur dapat bersifat umum.
Pada pasal 7 ayat 2 Undang-Undang No
10 Tahun 2004 disebutkan bahwa peraturan daerah dapat terdiri dari peraturan
daerah provinsi. Peraturan daerah kabupaten/kota dan peraturan desa. Dengan
adanya ketentuan tersebut maka peraturan daerah provinsi peraturan daerah
kabupaten/kota dan peraturan desa berada pada posisi yang sejajar/setingkat,
artinya ketiga peraturan daerah itu memiliki kekuatan hukum yang sama dan tidak
ada yang berada di atas atau di bawah antara peraturan daerah yang satu dengan
peraturan daerah yang lain. Jadi suatu peraturan daerah provinsi tidak boleh
mengatur atau membatalkan suatu peraturan daerah kabupaten/kota dan peraturan desa begitu juga
sebaliknya, kemudian suatuperaturan daerah kabupaten/kota tidak dapat mengatur
atau membatalkan suatu peraturan desa dan begitu juga sebaliknya. Dengan adanya
ketentuan tersebut, maka provinsi, kabupaten/kota dan desa dapat dengan leluasa
membuat suatu peraturan untuk kepentingan daerahnya tanpa campur tsngsn pihak
lain.
C. Perbandingan Tap
MPRS No.XX/MPRS/1966 dengan Undang-undang No.10 Tahun 2004
Pada
Tap MPRS No.XX/MPRS/1966, memasukkan UUD 1945, TAP MPRS, UU/Perpu, PP, Kepres dan peraturan plaksana lainya seperti
keputusan menteri, perdes dll sebagai hirarki peraturan perundang-undangan. Sedangkan
Undang-undang No.10 Tahun 2004, memasukkan UUD 1945, UU/Perpu, PP, Perpres,
Perda, dimana disini sudah tidak memasukkan lagi TAP MPRS dalam hirarki
perundang-undangan ini karena hal ini merupakan konsekuensi logis dari
kebijakan dan keputusan MPR sendiri dalam amandemen UUD 1945 yang menyebabkan
hilangnya kewenangan MPR untuk mengeluarkan Tap MPR yang bersifat mengatur.
Pada UU No. 10 Tahun 2004 sudah tidak
lagi menggunakan keputusan presiden tetapi sudah menjadi peraturan presiden, UU
ini juga mengganti peraturan pelaksana lainnya menjadi peraturan daerah.
Alasan dikeluarkannya Tap MPR
dikarenakan adanya kekeliruan dan ketidak konstistenan pembentuk Undang-Undang dalam membentuk suatu Undang Undang dengan tidak memperhatikan
ketentuan yang sudah ada, apalagi berupa suatu peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi kedudukannya dari Undang Undang. Dari sisi yuridis tentu kebijakan dari
pembentuk Undang Undang No. 10 Tahun 2004 tentulah suatu kebijakan yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip norma hukum yang berjenjang, artinya
ketentuan Undang Undang No. 10 Tahun 2004 itu bertentangan dengan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat No. III/MPR/2000 yang berkedudukan lebih tinggi
dari Undang Undang No. 10 Tahun 2004.Tetapi yang pasti pembentukkan Undang
Undang No. 10 Tahun 2004 tersebut sepertinya mengabaikan keberadaan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat No. III/MPR/2000, dimana dalam konsideran Undang
Undang No. 10 Tahun 2004 tidak disebut-sebut Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat No. III/MPR/2000 sebagai salah satu dasar dari pembentukan Undang Undang
No. 10 Tahun 2004.
“Dicantumkannya kembali TAP MPR
ke dalam hierarki, sebagai konsekuensi karena masih banyak TAP MPR yang masih
berlaku. Sehingga, dengan masuknya kembali ke dalam hierarki, secara hukum
kekuatannya lebih kuat dibanding sebelumnya,”
Sementara, Patrialis menuturkan
aturan ini memang untuk memperkuat TAP MPR yang masih ada saat ini. Sehingga,
kekuatannya lebih mengikat lagi. “TAP-TAP itu sekarang sudah mempunyai kekuatan
hukum lagi,”
Ke depannya, Patrialis mengakui
bila MPR tak bisa lagi membuat Ketetapan (TAP) yang bersifat regeling atau pengaturan. Jadi,
Ketetapan MPR Yang bisa dibuat ke depan hanya bersifat beschikking atau keputusan. Misalnya, pengambilan sumpah atau
pelantikan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR melalui ketetapannya.
“Itu memang bersifat beschikking,
tapi tetap harus dimasukkan ke dalam hierarki supaya lebih mempunyai kekuatan,”
Sebelumnya, Pengajar Ilmu Peraturan
Perundang-undangan UI Sonny Maulana Sikumbang menilai masuknya TAP MPR ke dalam
hierarki merupakan langkah mundur. “Ini seperti mundur kembali ke belakang.
Padahal, dahulu TAP MPR sudah dikeluarkan dari hierarki,” ujarnya.
Sekedar mengingatkan, TAP
MPR memang sempat masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam TAP MPRS No XX/MPRS/1966 dan TAP MPR No III/MPR/2000.
Namun, akhirnya TAP MPR dikeluarkan dari hierarki sejak 2004.
Sonny menduga adanya kepentingan
politik antar lembaga ketimbang kajian ilmiah dalam pembahasan revisi UU No 10
Tahun 2004 ini. “Saya melihat sangat kental muatan politisnya,” ujarnya. Ia
menilai ada upaya berlomba-lomba memasukkan produk hukum miliknya ke dalam
hierarki, sehingga membuat sebuah lembaga memiliki power.
Contohnya, sikap FPDIP yang lebih
ngotot memasukkan TAP MPR dibanding mempertahankan Perpres. Sonny menduga ini
ada hubungannya dengan MPR yang saat ini dipimpin oleh Taufik Kiemas, politisi
senior asal PDIP. “Ini kan kepentingan jangka pendek,” ujarnya.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
A. Jenis dan hirarki peraturan
perundangan-undangan menurut TAP MPRS No. XX/1966 adalah sebagai berikut:
1.
Undang-undang Dasar 1945
2.
TAP MPR
3.
Undang-undang/Perpu
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Keputusan Presiden
6.
Peraturan Pelaksana lainnya misalnya
Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain lain
B.
Jenis dan hirarki perundangan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 adalah
sebagai berikut:
1.
Undang-undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang;
3.
Peraturan Pemerintah;
4.
Peraturan Presiden;
5.
Peraturan Daerah.
C. Pada
Tap MPRS No.XX/MPRS/1966, memasukkan UUD 1945, TAP MPRS, UU/Perpu, PP, Kepres dan peraturan plaksana lainya seperti
keputusan menteri, perdes dll sebagai hirarki peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Undang-undang No.10 Tahun 2004, memasukkan UUD 1945, UU/Perpu, PP,
Perpres, Perda. Sudah tidak memasukkan Tap MPR lagi dalam hierarki peraturan
perundang-undangannya.
2.
Saran
1. Seharusnya
pemerintah dalam pembuatan undang-undang harus memperhatikan dengan detail dan terperinci apakah undang-undang ini
tidak akan bertentangan dengan undang-undang diatasnya
2. Materi
ini dapat dijadikan bahan bagi penulis dalam pembuatan makalah selanjutnya
DAFTAR
PUSTAKA